Masalah Kesehatan dalam pendidikan kesehatan sekolah
Masalah kesehatan dalam pendidikan kesehatan sekolah
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah pengetahuan dan sikap masyarakat dalam merespon suatu penyakit
(Notoatmodjo, 2003).
Salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami oleh sebagian
besar masyarakat di Indonesia adalah masalah kesehatan yang menyerang
sistem perlindungan tubuh paling luar, yaitu kulit. Penyakit kulit bisa
disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor lingkungan dan
kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan
membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam
penyakit, selain itu kulit juga mempunyai nilai estetika. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasithewani dan lain-lain.
Masalah gizi
Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. Masalah gizi pada anak usia
sekolah yang utama hingga saat ini adalah Kurang Energi Protein (KEP),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, dan
Anemia Defisiensi Besi (Depkes, 2008). Salah satu masalah gizi yang masih
dihadapi Indonesia yaitu anemia.
Anemia merupakan keadaan gangguan gizi yang masih menjadi masalah
kesehatan paling umum di dunia. Anemia gizi besi merupakan salah satu
masalah gizi utama di Indonesia yang cukup menonjol pada anak-anak
sekolah. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin kurang
dari normal. Ini disebabkan masukan (intake) makanan yang tidak memenuhi
kebutuhan, sehingga menyebabkan kurangnya cadangan zat gizi besi dalam
tubuh dan mempunyai risiko kemampuan belajar anak sekolah rendah
(Sinaga, 2005).
Penurunan konsentrasi belajar disebabkan karena penderita anemia
biasanya mengalami lemah, letih, lesu, lelah dan cepat lupa, sehingga pada
akhirnya tidak bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran dan pada akhirnya
prestasi belajar berkurang (Masrizal, 2007). Menurut (Sartono dalam
Setiyobroto, 2007) akibat yang ditimbulkan anemia pada anak sekolah
menyebabkan prestasi belajar menurun akibat mengalami kesulitan berpikir
secara logika dan analog, menurunnya konsentrasi dalam menyelesaikan
tugas.
Pengetahuan gizi sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam
memilih makanan, khususnya dalam memilih makanan yang tepat, bergizi
seimbang dan memberikan dasar bagi perilaku gizi yang baik dan benar, yang
menyangkut kebutuhan makan seseorang. Pengetahuan yang kurang
menyebabkan bahan makanan bergizi yang tersedia tidak dikonsumsi secara
optimal. Kesalahan pemilihan bahan makanan dan pola makan yang salah,
cukup berperan dalam terjadinya anemia (Damayanti, 2007).
Penderita anemia diperkirakan hampir 30 persen dari populasi dunia.
Prevalensi anemia untuk anak balita sekitar 43 persen, anak usia sekolah 37
persen, lelaki dewasa hanya 18 persen, dan wanita tidak hamil 35 persen
(Arisman, 2004). Hasil Riskesdas (2007) menyebutkan sekitar 40 persen
anak Indonesia usia 1-14 tahun menderita anemia (Depkes, 2008). Data dari
WHO dari tahun 1993 hingga 2005 menunjukkan kira-kira 24,8 persen atau
1,62 milyar dari populasi dunia menderita anemia dan 25,4 persen darinya
merupakan anak usia sekolah. Di Asia Tenggara terdapat 13,6 persen anak
usia sekolah menderita anemia (WHO,2008).
Penelitian yang membahas kaitan antara kadar haemoglobin terhadap
prestasi belajar di Lobutua Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir oleh Sinaga
(2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar hemoglobin
dengan prestasi belajar anak sekolah dasar. Sebagian besar kadar
hemoglobin responden dalam kategori rendah sebanyak 70 persen dan
sebagian besar indeks prestasi responden dalam kategori cukup sebanyak 54
persen.
Hasil penelitian Hidayati dkk (2010) yang membahas anemia dan prestasi
belajar anak sekolah dasar menunjukkan bahwa rata-rata nilai mata pelajaran
IPA subjek yang anemia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan
subjek yang tidak anemia. Terdapat perbedaan nilai sebesar 3,145 point
diantara kedua kelompok tersebut. Demikian pula dengan nilai mata pelajaran
Matematika dan Bahasa Indonesia. Subjek yang anemia memiliki nilai
Matematika 3,315 point dan nilai Bahasa Indonesia 3,357 point lebih rendah
dibandingkan dengan subjek yang tidak anemia.
Data hasil pemeriksaan kadar haemoglobin yang dilakukan di SD Negeri
Banyuanyar III Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tahun 2012
menunjukkan bahwa prevalensi anemia siswa yang memiliki kadar
haemoglobin < 12 g/dl yaitu sebanyak 17,16 persen.
1. Bagi Sekolah
Bagi sekolah diharapkan penelitian ini sebagai bahan informasi dalam
rangka usaha kesehatan sekolah untuk merumuskan kebijakan dalam
upaya meningkatkan kadar hemoglobin anak sekolah.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Bagi pelayanan kesehatan peneitian ini dapat digunakan sebagai
bahan masukan bagi perumus kebijakan khususnya dalam upaya
penanggulangan anemia pada anak sekolah.
Masalah perilaku
Pendidikan kesehatan dapat berperan untuk merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Perubahan perilaku yang diharapakan adalah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah risiko terjadinya sakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat sehingga perubahan perilaku merupakan hasil dari
pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007a).
Pembentukan prilaku diawali dari
kelompok sosial terkecil yaitu keluarga. Pencapaian perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masing-masing keluarga (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku seseorang atau masyarakat yang sehat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo,2007a).
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007a).
Pendidikan kesehatan dapat berperan untuk merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Perubahan perilaku yang diharapakan adalah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah risiko terjadinya sakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat sehingga perubahan perilaku merupakan hasil dari
pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007a).
Pembentukan prilaku diawali dari
kelompok sosial terkecil yaitu keluarga. Pencapaian perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masing-masing keluarga (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku seseorang atau masyarakat yang sehat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo,2007a).
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007a).
Comments
Post a Comment